YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Situs ibukota Mataram Islam dan keraton di Pleret di Bantul, DI Yogyakarta, terancam kerusakan oleh tingginya laju pembangunan di kawasan tersebut. Sejauh ini, belum ada upaya perlindungan dari pemerintah setempat untuk melindungi situs peningggalan Kerajaan Mataram Islam itu.
Padahal, baru sebagian kecil situs yang berhasil diteliti dan didokumentasikan. Ekskavasi dan penelitian yang masih terus berlangsung tak mampu bersaing dengan laju pembangunan.
"Dugaan sementara masih kurang dari 10 persen saja yang berhasil diekskavasi dan didokumentasikan dari situs ini. Tapi bisa juga kurang, karena luasan situs ini belum diketahui secara pasti," kata Koordinator Lapangan Tim Ekskavasi Situs Pleret Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta Rully Andriadi di lokasi ekskavasi Situs Kedaton Pleret, Bantul, Kamis (27/5/2010).
Rully menuturkan, ekskavasi di sejumlah titik yang berpotensi mengandung temuan arkeologis di situs tersebut berulangkali gagal karena sasaran ekskavasi sudah padat oleh perumahan penduduk maupun lahan pertanian. Pembangunan juga terjadi di situs-situs yang sudah pernah diekskavasi dan diketahui mengandung situs arkeologi.
Meskipun mengetahui, tim arkeologi mengalami kesulitan mencegah pembangunan. Sejauh ini, belum ada perlindungan pemerintah maupun aparat desa terhadap situs-situs Keraton Pleret.
Penelitian dan pendataan terhadap sit us Keraton Pleret dinilai penting karena hingga saat ini belum ada pendataan menyeluruh mengenai ibukota yang menjadi ibukota pemerintahan Sunan Amangkurat I yang juga putra dari Sultan Agung itu. Sumber referensi keberadaan ibukota dan keraton Pleret hanya berasal dari sejumlah naskah babad Jawa serta tulisan Belanda yang hanya sepotong-sepotong.
"Bagian luar benteng keraton sama sekali belum tersentuh penelitian. Padahal, menurut informasi Belanda, ibukota Pleret dibangun dengan sarana dan teknologi yang cukup lengkap sehingga sebenarnya sangat potensial jadi sumber menyingkap teknologi kuno," kata Rully.
Tak jauh dari situs Keraton Pleret, terdapat Situs Keraton Kerta yang menjadi pusat pemerintahan Sultan Agung. Seperti Keraton Pleret, keberadaan Keraton Kerta juga belum banyak terungkap.
Juru Pelihara Situs Keraton Pleret yang juga anggota Badan Perwakilan Desa Pleret Rahmat Fauzi mengatakan, perhatian pemerintah dan aparat desa terhadap situs keraton zaman Mataram Islam tersebut masih sangat minim. Pembangunan maupun penggunaan lahan di sekitar situs yang masih berpotensi mengandung temuan arkeologi dapat dengan bebas dilakukan. Hal ini mempersulit pelacakan keberadaan situs-situs di sekitarnya.
Padahal, baru sebagian kecil situs yang berhasil diteliti dan didokumentasikan. Ekskavasi dan penelitian yang masih terus berlangsung tak mampu bersaing dengan laju pembangunan.
"Dugaan sementara masih kurang dari 10 persen saja yang berhasil diekskavasi dan didokumentasikan dari situs ini. Tapi bisa juga kurang, karena luasan situs ini belum diketahui secara pasti," kata Koordinator Lapangan Tim Ekskavasi Situs Pleret Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta Rully Andriadi di lokasi ekskavasi Situs Kedaton Pleret, Bantul, Kamis (27/5/2010).
Rully menuturkan, ekskavasi di sejumlah titik yang berpotensi mengandung temuan arkeologis di situs tersebut berulangkali gagal karena sasaran ekskavasi sudah padat oleh perumahan penduduk maupun lahan pertanian. Pembangunan juga terjadi di situs-situs yang sudah pernah diekskavasi dan diketahui mengandung situs arkeologi.
Meskipun mengetahui, tim arkeologi mengalami kesulitan mencegah pembangunan. Sejauh ini, belum ada perlindungan pemerintah maupun aparat desa terhadap situs-situs Keraton Pleret.
Penelitian dan pendataan terhadap sit us Keraton Pleret dinilai penting karena hingga saat ini belum ada pendataan menyeluruh mengenai ibukota yang menjadi ibukota pemerintahan Sunan Amangkurat I yang juga putra dari Sultan Agung itu. Sumber referensi keberadaan ibukota dan keraton Pleret hanya berasal dari sejumlah naskah babad Jawa serta tulisan Belanda yang hanya sepotong-sepotong.
"Bagian luar benteng keraton sama sekali belum tersentuh penelitian. Padahal, menurut informasi Belanda, ibukota Pleret dibangun dengan sarana dan teknologi yang cukup lengkap sehingga sebenarnya sangat potensial jadi sumber menyingkap teknologi kuno," kata Rully.
Tak jauh dari situs Keraton Pleret, terdapat Situs Keraton Kerta yang menjadi pusat pemerintahan Sultan Agung. Seperti Keraton Pleret, keberadaan Keraton Kerta juga belum banyak terungkap.
Juru Pelihara Situs Keraton Pleret yang juga anggota Badan Perwakilan Desa Pleret Rahmat Fauzi mengatakan, perhatian pemerintah dan aparat desa terhadap situs keraton zaman Mataram Islam tersebut masih sangat minim. Pembangunan maupun penggunaan lahan di sekitar situs yang masih berpotensi mengandung temuan arkeologi dapat dengan bebas dilakukan. Hal ini mempersulit pelacakan keberadaan situs-situs di sekitarnya.