Kerajaan Kupu-kupu di Bantimurung

KOMPAS.com — Keanekaragaman jenis dan populasi kupu-kupu yang melimpah membuat naturalis asal Inggris, Alfred Russel Wallace, menjuluki Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, sebagai kerajaan kupu-kupu.

Dalam buku Indonesian Archipelago (2009), Alfred menggambarkan keindahan ribuan kupu-kupu terbang membentuk awan dan kawanan kupu-kupu jenis Graphium androcles berwarna putih mengilap menutupi hamparan pasir di pinggir Sungai Bantimurung. Dengan mayoritas wilayah didominasi kawasan karst, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TNBB) pun menjadi favorit kupu-kupu yang menyenangi kondisi lembab.

Ahmad Effendi (28), warga sekitar yang kini menjadi penjaga Museum Kupu-kupu TNBB, mengemukakan, fenomena itu tak pernah lagi terjadi dalam 10 tahun terakhir. Pengembangan tempat wisata alam Bantimurung pada tahun 2004 mengurangi lahan yang selama ini digunakan kupu-kupu untuk berkembang biak.

Pohon jeruk, sirih hutan, dan srikaya, serta tanaman bunga sepatu dan bunga asoka berganti dengan bangunan beton untuk fasilitas rekreasi. Kondisi itu memicu penyusutan ragam kupu-kupu di Bantimurung. "Banyak kupu-kupu yang bermigrasi ke tempat lain mencari tempat untuk bertelur. Kupu-kupu hanya akan bertelur di tempat yang menyediakan makanan untuk ulat," tuturnya di Makassar, Minggu (16/5/2010).

Pengembangan tempat wisata alam seluas 18 hektar itu pun mengundang animo masyarakat. Kunjungan wisatawan yang terus meningkat turut membatasi ruang gerak kupu-kupu. "Kondisi ini mengganggu kenyamanan kupu-kupu yang senang dengan kelembaban di pinggir sungai," kata Ahmad.

Ragam kupu-kupu pun terus menyusut. Dari 107 jenis hasil penelitian tahun 1990-an, kini tinggal 89 jenis pada penelitian Balai TNBB bulan lalu.

Guna mencegah kondisi yang kian memprihatinkan, Balai TNBB menggalakkan penanaman pohon dan tanaman bunga yang menjadi tempat bertelur kupu-kupu. Menurut koordinator pemanfaatan dan keanekaragaman hayati Balai TNBB, Putri Cendrawasih, ratusan pohon jeruk, srikaya, dan sirih hutan telah ditanam di sekitar Danau Kasikebo yang terdapat di dalam tempat wisata alam Bantimurung.

Sementara areal pinggiran sungai dan daerah sekitar museum banyak ditanami tanaman kembang sepatu dan bunga asoka. Pemulihan habitat menjadi faktor terpenting untuk menjaga kelestarian kupu-kupu.

Pakan

"Penyediaan pakan untuk ulat menjadi daya tarik terbesar kupu-kupu. Jika penanaman konsisten dilakukan, berbagai fenomena yang terjadi pada zaman dahulu bisa saja terulang kembali," kata Putri.

Upaya lain yang dilakukan Balai TNBB adalah melalui kandang penangkaran. Saat ini Balai TNBB tengah mengembangbiakkan enam jenis kupu-kupu berhabitat di Bantimurung dan telah diketahui jenis pakan ulatnya. Keenam jenis itu adalah Troides hypolithus, Troides helena, Troides haliphron, Papilio ascalapus, Pliopta polyphontes, dan Chetosia myrina.

Kupu-kupu ditangkarkan di kandang berukuran 6 meter x 8 meter yang menyediakan beberapa tempat pakan ulat, seperti pohon jeruk, srikaya, dan bunga asoka. Penjaga tempat penangkaran, Chaeruddin, menyebutkan, ulat dibiarkan seminggu sebelum dimasukkan ke tempat metamorfosis. Ulat ditaruh di toples plastik dan diberi makan hingga menjadi kepompong.

"Setelah dua minggu, kepompong akhirnya menjadi kupu-kupu. Sebagian kami lepas ke alam bebas, sedangkan sisanya diawetkan untuk koleksi di museum," ungkap Chaeruddin.

Sumbangan ini sejalan dengan rencana memperbarui koleksi museum kupu-kupu. Dari 166 jenis kupu-kupu, hanya sekitar 70 jenis yang masih bagus.

Beberapa koleksi yang rusak merupakan jenis kupu-kupu yang dilindungi dan cukup sulit didapatkan kembali karena habitatnya di Papua dan Pulau Seram, Maluku, seperti Ornithoptera goliath procus dan Ornithoptera chimaera. Kerusakan dipicu usia pengawetan lebih dari lima tahun dan kondisi museum yang terlalu lembab.

"Dalam waktu dekat kami berencana memperbarui koleksi museum dan menambah fasilitas pengukur kelembaban agar koleksi kupu-kupu bisa lebih awet," kata Ahmad. (RIZ/NIT)
0 Responses