Notulen

1. Pengertian

Notulen adalah Naskah Dinas yang memuat catatan jalannya kegiatan sidang, rapat, mulai dari acara pembukaan, pembahasan masalah sampai dengan pengambilan peraturan serta penutupan.

2. Susunan

Notulen terdiri atas : a. Kepala Notulen;

b. Isi Notulen;

c. Bagian Akhir Notulen.

Kepala Notulen terdiri atas “Notulen”.

Keterangan tentang notulen sidang/rapat terdiri atas : 1. Nama sidang/rapat.

2. Hari, Tanggal.

3. Jam sidang/rapat.

4. Tempat.

5. Acara.

6. Pimpinan Sidang.

7. Ketua/Wakil Ketua.

8. Sekretaris.

9. Pencatat.

10. Peserta sidang/rapat.

Isi notulen terdiri dari :

1) Kata pembukaan.

2) Pembahasan.

3) Pembacaan Keputusan.

4) Jam Penutupan.

Bagian akhir Notulen terdiri atas :

1) Nama jabatan.

2) Tanda tangan.

3) Nama pejabat, pangkat dan NIP.

3. Penandatanganan

a. Notulen yang ditandatangani oleh pejabat dilingkungan Sekretariat Daerah dibuat diatas kertas ukuran folio dengan menggunakan Kop Naskah Dinas Sekretariat Daerah.

b. Notulen yang tandatangani oleh Pejabat dilingkungan satuan organisasi dibuat diatas kertas ukuran folio, dengan menggunakan Kop Naskah Dinas Satuan Organisasi yang bersangkutan.

c. Notulen ditandatangani oleh :

1) Ketua/Wakil Ketua;

2) Sekretaris;

3) Pencatat yang ditunjuk.

` 4. Bentuk/model Naskah Dinas Notulen, sebagaimana tertera pada halaman berikut :


NOTULEN

SIDANG/RAPAT : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Hari/Tanggal : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Jam Panggilan : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Jam sidang/rapat : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Acara : 1. Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

2. dst mmmmmmmmmmmmmmmmmmm

3. Penutup…………………………………

PIMPINAN SIDANG/RAPAT

Ketua : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Sekretaris : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Pencatat : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Peserta sidang/rapat : 1. Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

2. dst.

KEGIATAN SIDANG/RAPAT : 1. Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

2. dst.

1. Kata Pembukaan : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

2. Pembahasan : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

3. Keputusan : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

PIMPINAN SIDANG,

NAMA JELAS

Pangkat ……….........

NIP. ……………....................

NOTULEN

SIDANG/RAPAT : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Hari/Tanggal : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Jam Panggilan : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Jam sidang/rapat : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Acara : 1. Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

2. dst mmmmmmmmmmmmmmmmmmm

3. Penutup…………………………………

PIMPINAN SIDANG/RAPAT

Ketua : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Sekretaris : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Pencatat : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Peserta sidang/rapat : 1. Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

2. dst.

KEGIATAN SIDANG/RAPAT : 1. Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

2. dst.

1. Kata Pembukaan : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

2. Pembahasan : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

3. Keputusan : Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

PIMPINAN SIDANG,

NAMA JELAS

Pangkat ……….......

NIP. ………......................

sumber: http://www.bkd.dumaikota.go.id/tata-naskah-dinas/205-notulen.html?lang=

Kalimat Mayor dan Minor

a. Kalimat mayor

Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya mengandung dua unsur inti.

Contoh: Amir mengambil buku itu.

Arif ada di laboratorium.

Kiki pergi ke Bandung.

Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih berada di sekolah.

b. Kalimat Minor

Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.

Contoh: Diam!

Sudah siap?

Pergi!

Yang baru!

Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.

Contoh: Amir mengambil.

Arif ada.

Kiki pergi

Ibu berangkat-ayah menunggu.

Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.



sumber: http://endonesa.wordpress.com/bahasan-bahasa/frase-klausa-dan-kalimat/

Kalimat

Kalimat

a. Pengertian

Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.

Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.

b. Pola-pola kalimat

Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar pembentukan kalimat luas itu.

1. Pola kalimat I = kata benda-kata kerja

Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.

Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”

2. Pola kalimat II = kata benda-kata sifat

Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.

Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”

3. Pola kalimat III = kata benda-kata benda

Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru

Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.

4. Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial

Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.

Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial

Jenis Kalimat

1. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.

Kalimat Tunggal

Susunan Pola Kalimat

Ayah merokok.

Adik minum susu.

Ibu menyimpan uang di dalam laci.

S-P

S-P-O

S-P-O-K

2. Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari:

a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.

Misalnya: Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)

Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.

(subjek pada kalimat pertama diperluas)

b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.

Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)

Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)

Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.

Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.

1) Kalimat majemuk setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:

a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya.

Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.

b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.

Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.

c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.

Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

2) Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya:

a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.

Misalnya: Diakuinya hal itu

P S

Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.

anak kalimat pengganti subjek

b. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.

Misalnya: Katanya begitu

Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.

anak kalimat pengganti predikat

c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.

Misalnya: Mereka sudah mengetahui hal itu.

S P O

Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.

anak kalimat pengganti objek

d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.

Misalnya: Ayah pulang malam hari

S P K

Ayah pulang ketika kami makan malam

anak kalimat pengganti keterangan

3) Kalimat majemuk campuran

Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.

Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.

Ketika ia duduk minum-minum

pola atasan

datang seorang pemuda berpakaian bagus

pola bawahan I

datang menggunakan kendaraan roda empat

pola bawahan II


sumber: http://endonesa.wordpress.com/bahasan-bahasa/frase-klausa-dan-kalimat/

PENGERTIAN ALINEA DAN PARAGRAF

Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karangan atau karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.
 Syarat sebuah paragraf,di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
1. Kalimat Pokok
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
2. Kalimat Penjelas
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.

2. Macam-macam paragraf:
• Berdasarkan tujuannya:
1) Paragraf pembuka : Paragraf pembuka biasanya memiliki sifat ringkas menarik, dan bertugas meniapkan pikiran pembaca kepada masalah yang akan diuraikan.
2) Paragraf penghubung : Paragraf penghubung berisi inti masalah yang hendak disampaikan kepada pembaca. Secara fisik, paragraf ini lebih panjang dari pada alinea pembuka.
3) Paragraf penutup : Paragraf penutup biasanya berisi simpulan (untuk argumentasi) atau penegasan kembali (untuk eksposisi) menenai hal-hal yang dianggap penting.
• Berdasarkan letak kalimat utama
1) Paragraf deduktif
a. letak kalimat utama di awal paragraf
b. dimulai dengan pernyataan umum disusun dengan uraian atau penjelasan khusus.
2) Paragraf induktif
a. letak kalimat utama di akhir paragraf.
b. diawali dengan uraian/penjelasan bersifat khusus dan diakhiri dengan pernyataan umum.
3) Paragraf campuran
a. letak kalimat utama di awal dan di akhir paragraf
b. kalimat utama yang terletak di akhir bersifat penegasan kembali, dengan susunan kalimat yang agak berbeda.


• Berdasarkan isi, antara lain :
1) Paragraf deskripsi : kalimat utama tak tercantum secara nyata tema pargraf tersirat dalam keseluruhan paragraf biasa dipakai untuk melakukan sesuatu, hal, keadaan, situasi dalam cerita.
2) Paragraf proses : tidak terdapat kalimat utama pikiran utama tersirat dalam kalimat-kalimat penjelas memaparkan urutan suatu kejadian/proses, meliputi waktu, ruang, klimaks, antiklimaks.
3) Paragraf efektif : paragraf efektif ialah alinea yang memenuhi ciri paragraf yang baik alinea terdiri atas beberapa kalimat terdiri atas satu pikiran utama dan lebih dari satu pikiran penjelas tidak boleh ada kalimat sumbang ada koherensi antar kalimat.
3. Pengembangan Paragraf
Pengembangan paragraf dapat dilakukan dengan 2 pola, yaitu :
1. Pola alamiah : pola urutan yang sesuai dengan keadaan di alam. Pola ini meliputi pola :
a. Urutan waktu/kronologis
b. Urutan ruang/ special

2. Pola logis : pola pengembangan didasarkan atas jalan pikiran. Pola ini meliputi pola :
a. Pengambangan contoh
b. Klasifikasi
c. Familiaritas
d. Akseptabilitas
e. Umum-khusus
f. Sebab akibat
g. Klimaks-antiklimaks
h. Perbandingan-pertentangan

KALIMAT INTI, LUAS, DAN TRANSFORMASI

a. Kalimat inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
1) Hanya terdiri atas dua kata
2) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
3) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat
4) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”. Artinya: tidak boleh menyebabkan perubahan atau pergeseran makna laksikalnya.


b. Kalimat luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata, tetapi lebih.


c. Kalimat transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi belum tentu kalimat luas.

Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
a. Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
b. Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
c. Kalimat transformasi. Contoh:
i) Dengan penambahan jumlah kata tanpa menambah jumlah inti, sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis tersedu-sedu kemarin pagi.
ii) Dengan penambahan jumlah inti sekaligus juga adalah kalimat luas: Adik menangis dan merengek kepada ayah untuk dibelikan komputer.
iii) Dengan perubahan kata urut kata. Contoh: Menangis adik.
iv) Dengan perubahan intonasi. Contoh: Adik menangis?

Huruf Miring


1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.

Misalnya:
majalah Bahasa dan Kesusastraan
buku Negarakertagama karangan Prapanca
surat kabar Suara Karya
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.

Misalnya:
Huruf pertama kata abad ialah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.

Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi 'pandangan dunia'.

Tetapi:
Negara itu telah mengalami empat kudeta.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.

sumber: http://id.wikisource.org/wiki/Pedoman_Umum_Ejaan_Bahasa_Indonesia_yang_Disempurnakan

Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.

Misalnya:
Dia mengantuk.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.

Misalnya:
Adik bertanya, "Kapan kita pulang?"
Bapak menasihatkan, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin engkau terlambat," katanya.
"Besok pagi," kata Ibu, "Dia akan berangkat".
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Misalnya:
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen
Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.

Misalnya:
Dia baru saja diangkat menjadi sultan.
Tahun ini ia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Irian Jaya

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.

Misalnya:
Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.

Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
7. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.

Misalnya:
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.

Misalnya:
mengindonesiakan kata asing
keinggris-inggrisan
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Misalnya:
bulan Agustus hari Natal
bulan Maulid Perang Candu
hari Galungan tahun Hijriah
hari Jumat tarikh Masehi
hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.

Misalnya:
Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.

Misalnya:
Asia Tenggara Kali Brantas
Banyuwangi Lembah Baliem
Bukit Barisan Ngarai Sianok
Cirebon Pegunungan Jayawijaya
Danau Toba Selat Lombok
Daratan Tinggi Dieng Tanjung Harapan
Gunung Semeru Teluk Benggala
Jalan Diponegoro Terusan Suez
Jazirah Arab

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.

Misalnya:
berlayar ke teluk
mandi di kali
menyeberangi selat
pergi ke arah tenggara

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.

Misalnya:
garam inggris
gula jawa
kacang bogor
pisang ambon
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.

Misalnya:
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.

Misalnya:
menjadi sebuah republik
beberapa badan hukum
kerja sama antara pemerintah dan rakyat
menurut undang-undang yang berlaku
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.

Misalnya:
Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.

Misalnya:
Dr. doktor
M.A. master of arts
S.H. sarjana hukum
S.S. sarjana sastra
Prof. profesor
Tn. tuan
Ny. nyonya
Sdr. saudara
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.

Misalnya:
"Kapan Bapak berangkat?" tanya Harto.
Adik bertanya, "Itu apa, Bu?"
Surat Saudara sudah saya terima.
"Silakan duduk, Dik!" kata Ucok.
Besok Paman akan datang.
Mereka pergi ke rumah Pak Camat.
Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.

Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
16. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.

Misalnya:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda telah kami terima


sumber: http://id.wikisource.org/wiki/Pedoman_Umum_Ejaan_Bahasa_Indonesia_yang_Disempurnakan

Macam - macam Diskusi

a. Seminar : pertemuan para pakar (sarjana, ahli) yang berusaha mendapatkan kata sepakat mengenai suatu masalah.

b. Simposium/Sarasehan : pertemuan yang diselenggarakan untuk mendengarkan pendapat dari para ahli mengenai suatu masalah dalam bidang tertentu.

c. Lokakarya/Sanggar Kerja: pertemuan yang membahas suatu karya

d. Kongres/ Muktamar : rangkaian peretemuan para wakil organisasi (sosial, politik, profesi) untuk mendiskusikan dan mengambil keputusan mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama.

e. Santiaji: pertemuan yang diselenggarakan untuk memberikan pengarahan singkat memjelang pelaksanaan kegiatan.

f. Konferensi: pertemuan untuk berdiskusi atau bertukar pendapat mengenai suatu masalah yang dihadapi bersama.

g. Diskusi Panel: diskusi yang dilangsungkan oleh panelis dan disaksikan atau dihadiri oleh beberapa pendengar, serta diatur oleh seorang moderator.

h. Diskusi Kelompok: penyelesaian masalah dengan melibatkan kelompok- kelompok kecil.

Tanda Titik Dua (:)

1. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
Contoh:

  • Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
  • Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum dan Ekonomi Perusahaan.

2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Contoh:
Ketua : Borgx
Wakil Ketua : Hayabuse
Sekretaris : Ivan Lanin
Wakil Sekretaris : Irwan Gatot
Bendahara : Rinto Jiang
Wakil bendahara : Rex

3. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Contoh:
Borgx : "Jangan lupa perbaiki halaman bantuan Wikipedia!"
Rex : "Siap, Boss!"

4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan.
Contoh:
(i) Tempo, I (1971), 34:7
(ii) Surah Yasin:9
(iii) Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.

5. Tanda titik dua dipakai untuk menandakan nisbah (angka banding).
Contoh: Nisbah siswa laki-laki terhadap perempuan ialah 2:1.

6. Tanda titik dua tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Contoh: Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca

Pidato

  1. Macam Pidato berdasarkan tujuannya
Pidato Persuasif
  • bersifat mendorong atau mengajak
  • reaksi yang diinginkan adalah membangkitkan emosi, agar pendengar menyetujui atau meyakini dan mungkin membangkitkan timbulnya tindakan tertentu pada pendengarnya.
Pidato Informatif atau Instruktif
  • bersifat memberitahukan atau mengabarkan
  • reaksi yang diinginkan adalah terhiburnya pendengar sehingga muncul suatu kegembiraan.
Pidato Reaktif
  • bersifat menghibur
  • reaksi yang diinginkan adalah terhiburnya pendengar sehingga muncul suatu kegembiraan.

2. Metode Pidato
a. Impromptu (serta merta) : pembicara menggunakan cara spontanitas(improvisasi); biasanya digunakan untuk pidato yang sifatnya mendadak dan disajikan menurut kebutuhan saat itu.

b. Menghafal : pembicara membuat semacam teks dan terus dihafalkan selama berpidato.

c. Naskah : pembicara selalu membaca naskah yang telah dipersiapkan sebelumnya.

d. Ekstemporan : merupakan jalan tengah, yakni uraian yang akan disampaikan dipersiapkan dalam bentuk kerangka pidato; kemudian kerangka/catatan itulah yang dikembangkan atau disampaikan dalam pidato.

Unsur Ekstrinsik Cerpen

Ada dua unsur utama dalam karya sastra, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur ekstrinsik berupa segala sesuatu yang menginspirasi penulisan karya sastra dan mempengaruhi karya sastra secara keseluruhan. Unsur ekstrinsik ini meliputi: latar belakang kehidupan penulis, keyakinan dan pandangan hidup penulis, adat istiadat yang berlaku pada saat itu, situasi politik (persoalan sejarah), ekonomi, dsb. Sementara unsur intrinsik terdiri atas:

Tema

Pokok persoalan dalam cerita.

Karakter

Tokoh dalam cerita. Karakter dapat berupa manusia, tumbuhan maupun benda

Karekter dapat dibagi menjadi:

  • Karakter utama: tokoh yang membawakan tema dan memegang banyak peranan dalam cerita
  • Karakter pembantu: tokoh yang mendampingi karakter utama

  • Protagonis : karakter/tokoh yang mengangkat tema
  • Antagonis : karakter/tokoh yang memberi konflik pada tema dan biasanya berlawanan dengan karakter protagonis. (Ingat, tokoh antagonis belum tentu jahat)

  • Karakter statis (Flat/static character) : karakter yang tidak mengalami perubahan kepribadian atau cara pandang dari awal sampai akhir cerita.
  • Karakter dinamis (Round/ dynamic character): karakter yang mengalami perubahan kepribadian dan cara pandang. Karakter ini biasanya dibuat semirip mungkin dengan manusia sesungguhnya, terdiri atas sifat dan kepribadian yang kompleks.

Catatan: karakter pembantu biasanya adalah karakter statis karena tidak digambarkan secara detail oleh penulis sehingga perubahan kepribadian dan cara pandangnya tidak pernah terlihat secara jelas.

Karakterisasi

Cara penulis menggambarkan karakter. Ada banyak cara untuk menggali penggambaran karakter, secara garis besar karakterisasi ditinjau melalui dua cara yaitu secara naratif dan dramatik. Teknik naratif berarti karakterisasi dari tokoh dituliskan langsung oleh penulis atau narator. Teknik dramatik dipakai ketika karakterisasi tokoh terlihat dari antara lain: penampilan fisik karakter, cara berpakaian, kata-kata yang diucapkannya, dialognya dengan karakter lain, pendapat karakter lain, dsb.

Konflik

Konflik adalah pergumulan yang dialami oleh karakter dalam cerita dan . Konflik ini merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya membentuk plot. Ada empat macam konflik, yang dibagi dalam dua garis besar:

Konflik internal

Individu-diri sendiri: Konflik ini tidak melibatkan orang lain, koflik ini ditandai dengan gejolak yang timbul dalam diri sendiri mengenai beberapa hal seperti nilai-nilai. Kekuatan karakter akan terlihat dalam usahanya menghadapi gejolak tersebut

Konflik eksternal Individu – Individu: konflik yang dialami seseorang dengan orang lain
Individu – alam: Konflik yang dialami individu dengan alam. Konflik ini menggambarkan perjuangan individu dalam usahanya untuk mempertahankan diri dalam kebesaran alam. Individu- Lingkungan/ masyarakat : Konflik yang dialami individu dengan masyarakat atau lingkungan hidupnya.

Seting

Keterangan tempat, waktu dan suasana cerita

Plot

Jalan cerita dari awal sampai selesai

  • Eksposisi : penjelasan awal mengenai karakter dan seting
  • : bagian cerita yang mulai memunculkan konflik/ permasalahan
  • Klimaks : puncak konflik/ ketegangan
  • Falling action: penyelesaian

Simbol

Simbol digunakan untuk mewakili sesuatu yang abstrak. Contoh: burung gagak (kematian)

Sudut pandang

Sudut pandang yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya.

  • Orang pertama: penulis berlaku sebagai karakter utama cerita, ini ditandai dengan penggunaan kata “aku”. Penggunaan teknik ini menyebabkan pembaca tidak mengetahui segala hal yang tidak diungkapkan oleh sang narator. Keuntungan dari teknik ini adalah pembaca merasa menjadi bagian dari cerita.
  • Orang kedua: teknik yang banyak menggunakan kata ‘kamu’ atau ‘Anda.’ Teknik ini jarang dipakai karena memaksa pembaca untuk mampu berperan serta dalam cerita.
  • Orang ketiga: cerita dikisahkan menggunakan kata ganti orang ketiga, seperti: mereka dan dia.

Teknik penggunaan bahasa

Dalam menuangkan idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada pembaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga membuat tulisan menjadi indah dan mudah dikenang. Teknik berbahasa ini misalnya penggunaan majas, idiom dan peribahasa.

referensi:

Lazarescu Lisa R. “Elements of Literature”. 31 January 2006. 10 September 2006. http://web.cocc.edu/lisal/literaryterms/elements_of_literature.htm

“Literary Terms”. September 2006.

Gejala - gejala Bahasa

Saat ini sudah banyak gejala – gejala bahasa yang muncul dari kata jayus, jomblo, alay, unyu dan lain lain tanpa tahu artinya. Saat ini saya akan membahas tentang jayus.

  • Jayus

Asal usul kata jayus ada 2 versi yaitu penggunaan istilah "jayus" yang ramai dibicarakan oleh beberapa rekan disini (myQuran.com)-yang mau tak mau dapat dikatakan hanya sebagai korban tren pergaulan-, saya kutip dari hadits Rosululloh SAW berikut ini;
Rosululloh saw. bersabda : "Ada 10 golongan dari umatku tidak masuk surga, kecuali mereka bertaubat. Mereka itu adalah: Qala', JAYUS, Qattat, Dabub, Dayus, Shahibul Artabah, Shahibul Khubah, 'Uthull, Zaniem dan Al 'Aq Liwalidaihi.” Lalu, para sahabat bertanya, “Apa arti yang 10 tersebut? Rosululloh menjawab:
“1. Qala', yaitu orang penjilat yang keluar-masuk rumah penguasa (pejabat pemerintah).
2. JAYUS, ialah orang yang mencuri kain kafan dalam kubur.
3. Qattat, yaitu orang yang suka mengadu domba.
4. Dabub, yaitu orang yang mengelola perempuan-perempuan untuk pelacuran.
5. Dayus, yaitu orang yang tidak cemburu terhadap istrinya.
6. Shahibul Arthabah, yaitu orang yang kerjanya memukul gendang.
7. Shahibul Khubah, yaitu orang yang kerjanya memukul genderang.
8. 'Uthul, ialah orang yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain.
9. Zaniem, adalah anak zina dan suka nongkrong di pinggir jalan dan menggunjing orang yang lewat.
10. Al 'Aq Liwalidaihi, semua kita sudah memakluminya, yaitu orang yang melawan kepada ibu dan bapaknya."

Versi keduanya adalah berasal dari nama Djayusman Soepadmo, alumni SMU Gonzaga angkatan V th 1991 – 1994 yang dulunya bertempat tinggal di condet, hal itu berasal jayus tidak pernah lucu dalam membanyol, teman temannya sering mengatakan “jayus banget sih lo” hal itu merujuk kepada Jayus.

  • Jomblo

Jomblo yang kita ketahui adalah sebutan lain dari tidak punya pacar atau single. Suatu kata yang kasual aja, malah cenderung trendy, hingga dinyanyiin oleh Saykoji. Bahkan ada novel yang dikarang Aditya Mulya dengan judul kata tersebut. Sempet jadi film layar lebar dan seri-nya.

Ternyata pada zaman dahulu kata 'jomblo' merupakan kalimat yang tabu waktu zaman dulu. Katanya, kalau orang bilang ’jomblo', artinya sepanjang hidupnya tidak pernah ada yang suka, dan kemungkinan besar ke depannya juga tidak akan mendapatkan pasangan. Jadi menurut bahasa kata jomblo mengalami ameliorasi alias peningkatan makna.

  • Alay

Alay adalah singkatan dari Anak layangan, Alah lebay, Anak Layu, atau Anak keLayapan yang menghubungkannya dengan anak JARPUL (Jarang Pulang). Tapi yang paling santer adalah anak layangan. Dominannya, istilah ini untuk menggambarkan anak yang sok keren, secara fashion, karya (musik) maupun kelakuan secara umum. Konon asal usulnya, alay diartikan "anak kampung", karena anak kampung yang rata-rata berambut merah dan berkulit sawo gelap karena kebanyakan main layangan.
Berikut adalah pengertian alay menurut beberapa ahli :


Koentjara Ningrat:
"Alay adalah gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia, yang ingin diakui statusnya diantara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakain, sekaligus meningkatkan kenarsisan, yang cukup mengganggu masyarakat dunia maya (baca: Pengguna internet sejati,
kayak blogger dan kaskuser). Diharapkan Sifat ini segera hilang, jika tidak akan mengganggu masyarakat sekitar"

Selo Soemaridjan:
"Alay adalah perilaku remaja Indonesia, yang membuat dirinya merasa keren, cantik, hebat diantara yang lain. Hal ini bertentangan dengan sifat Rakyat Indonesia yang sopan, santun, dan ramah. Faktor yang menyebabkan bisa melalui media TV (sinetron), dan musisi dengan dandanan
seperti itu."

Tapi seiring perkembangan zaman, alay sering diidentifikasikan menjadi
narsis, fotogenic, sok gaul, emo, dan lain-lain.
Secara garis besar, mungkin karena salah pergaulan, maka yang merupakan ciri-ciri alay adalah sebagai berikut:

  1. Tongkrongannya di pinggir pinggir jalan (yang cewek godain cowok,yang cowok godain cewe yang lagi lewat)
  2. Sok emo tapi ditanya sejarahnya emo tidak tahu.
  3. sok pengen 'gaul' mau ngikutin tren yang sekarang tapi terlalu lebay
  4. menganggap dirinya eksis di friendster atau Facebook atau Mulktiply (kalau comments banyak itu berarti anak gaul jadi lomba banyak-banyakan comment)
  5. sering menulis kata dengan bahasanya sendiri atau menggunakan huruf kapiltal dan huruf kecil.

contoh: cNeNk yang artinya senang

Iank/Iang, Eank/Eang (ada juga yang iiank/iiang) artinya yang

Taw, Tawh, Tw artinya tau

T4 artinya tempat

  • Unyu

“UNYU” kata yang sangat populer di jejaring sosial “Twitter” sampai sekarang banyak orang yang sok tau tentang arti kata unyu. Mereka bilang unyu itu sok tau, sok imut, belagu, alay dsb. Padahal unyu itu berawal dari seseorang yang membuat account twitter dengan user name @deiisy_unyunyuu.

Jadi kata unyu itu sebenarnya hanya lucu-lucuan saja, tidak mengandung arti apa-apa, untuk seru-seruan juga bisa.

Referensi: http://uniqpost.com/9650/sejarah-asli-tentang-kata-unyu-awal-dan-sampai-tenar/

http:// wikipedia.com/-apa-sih-itu-alay-ini-dia-jawabanya.html

http://wikipedia.com/Jayus.html

Gejala - gejala Bahasa

Saat ini sudah banyak gejala – gejala bahasa yang muncul dari kata jayus, jomblo, alay, unyu dan lain lain tanpa tahu artinya. Saat ini saya akan membahas tentang jayus.

  • Jayus

Asal usul kata jayus ada 2 versi yaitu penggunaan istilah "jayus" yang ramai dibicarakan oleh beberapa rekan disini (myQuran.com)-yang mau tak mau dapat dikatakan hanya sebagai korban tren pergaulan-, saya kutip dari hadits Rosululloh SAW berikut ini;
Rosululloh saw. bersabda : "Ada 10 golongan dari umatku tidak masuk surga, kecuali mereka bertaubat. Mereka itu adalah: Qala', JAYUS, Qattat, Dabub, Dayus, Shahibul Artabah, Shahibul Khubah, 'Uthull, Zaniem dan Al 'Aq Liwalidaihi.” Lalu, para sahabat bertanya, “Apa arti yang 10 tersebut? Rosululloh menjawab:
“1. Qala', yaitu orang penjilat yang keluar-masuk rumah penguasa (pejabat pemerintah).
2. JAYUS, ialah orang yang mencuri kain kafan dalam kubur.
3. Qattat, yaitu orang yang suka mengadu domba.
4. Dabub, yaitu orang yang mengelola perempuan-perempuan untuk pelacuran.
5. Dayus, yaitu orang yang tidak cemburu terhadap istrinya.
6. Shahibul Arthabah, yaitu orang yang kerjanya memukul gendang.
7. Shahibul Khubah, yaitu orang yang kerjanya memukul genderang.
8. 'Uthul, ialah orang yang tidak mau memaafkan kesalahan orang lain.
9. Zaniem, adalah anak zina dan suka nongkrong di pinggir jalan dan menggunjing orang yang lewat.
10. Al 'Aq Liwalidaihi, semua kita sudah memakluminya, yaitu orang yang melawan kepada ibu dan bapaknya."

Versi keduanya adalah berasal dari nama Djayusman Soepadmo, alumni SMU Gonzaga angkatan V th 1991 – 1994 yang dulunya bertempat tinggal di condet, hal itu berasal jayus tidak pernah lucu dalam membanyol, teman temannya sering mengatakan “jayus banget sih lo” hal itu merujuk kepada Jayus.

  • Jomblo

Jomblo yang kita ketahui adalah sebutan lain dari tidak punya pacar atau single. Suatu kata yang kasual aja, malah cenderung trendy, hingga dinyanyiin oleh Saykoji. Bahkan ada novel yang dikarang Aditya Mulya dengan judul kata tersebut. Sempet jadi film layar lebar dan seri-nya.

Ternyata pada zaman dahulu kata 'jomblo' merupakan kalimat yang tabu waktu zaman dulu. Katanya, kalau orang bilang ’jomblo', artinya sepanjang hidupnya tidak pernah ada yang suka, dan kemungkinan besar ke depannya juga tidak akan mendapatkan pasangan. Jadi menurut bahasa kata jomblo mengalami ameliorasi alias peningkatan makna.

  • Alay

Alay adalah singkatan dari Anak layangan, Alah lebay, Anak Layu, atau Anak keLayapan yang menghubungkannya dengan anak JARPUL (Jarang Pulang). Tapi yang paling santer adalah anak layangan. Dominannya, istilah ini untuk menggambarkan anak yang sok keren, secara fashion, karya (musik) maupun kelakuan secara umum. Konon asal usulnya, alay diartikan "anak kampung", karena anak kampung yang rata-rata berambut merah dan berkulit sawo gelap karena kebanyakan main layangan.
Berikut adalah pengertian alay menurut beberapa ahli :


Koentjara Ningrat:
"Alay adalah gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia, yang ingin diakui statusnya diantara teman-temannya. Gejala ini akan mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakain, sekaligus meningkatkan kenarsisan, yang cukup mengganggu masyarakat dunia maya (baca: Pengguna internet sejati,
kayak blogger dan kaskuser). Diharapkan Sifat ini segera hilang, jika tidak akan mengganggu masyarakat sekitar"

Selo Soemaridjan:
"Alay adalah perilaku remaja Indonesia, yang membuat dirinya merasa keren, cantik, hebat diantara yang lain. Hal ini bertentangan dengan sifat Rakyat Indonesia yang sopan, santun, dan ramah. Faktor yang menyebabkan bisa melalui media TV (sinetron), dan musisi dengan dandanan
seperti itu."

Tapi seiring perkembangan zaman, alay sering diidentifikasikan menjadi
narsis, fotogenic, sok gaul, emo, dan lain-lain.
Secara garis besar, mungkin karena salah pergaulan, maka yang merupakan ciri-ciri alay adalah sebagai berikut:

  1. Tongkrongannya di pinggir pinggir jalan (yang cewek godain cowok,yang cowok godain cewe yang lagi lewat)
  2. Sok emo tapi ditanya sejarahnya emo tidak tahu.
  3. sok pengen 'gaul' mau ngikutin tren yang sekarang tapi terlalu lebay
  4. menganggap dirinya eksis di friendster atau Facebook atau Mulktiply (kalau comments banyak itu berarti anak gaul jadi lomba banyak-banyakan comment)
  5. sering menulis kata dengan bahasanya sendiri atau menggunakan huruf kapiltal dan huruf kecil.

contoh: cNeNk yang artinya senang

Iank/Iang, Eank/Eang (ada juga yang iiank/iiang) artinya yang

Taw, Tawh, Tw artinya tau

T4 artinya tempat

  • Unyu

“UNYU” kata yang sangat populer di jejaring sosial “Twitter” sampai sekarang banyak orang yang sok tau tentang arti kata unyu. Mereka bilang unyu itu sok tau, sok imut, belagu, alay dsb. Padahal unyu itu berawal dari seseorang yang membuat account twitter dengan user name @deiisy_unyunyuu.

Jadi kata unyu itu sebenarnya hanya lucu-lucuan saja, tidak mengandung arti apa-apa, untuk seru-seruan juga bisa.

Referensi: http://uniqpost.com/9650/sejarah-asli-tentang-kata-unyu-awal-dan-sampai-tenar/

http:// wikipedia.com/-apa-sih-itu-alay-ini-dia-jawabanya.html

http://wikipedia.com/Jayus.html

Unsur Intrinsik Cerpen

Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur- Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Tema cerita
Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai stuktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.
Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.



2. Alur Cerita
Sebuah cerpen menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Alur cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi.
Lebih lanjut Stanton mengemukakan bahwa plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.Plot ialah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa alur cerita ialah jalinan peristiwa yang melatari sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-akibat.

3. Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama , yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.

4. Latar
Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Menurut Nadjid (2003:25) latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi
Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut.

a. Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.



b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
c. Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

5. Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.
Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membedakan sudut pandang.

a. Sudut pandang persona ketiga : ”Dia”
Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya ”Dia”, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.
Sudut pandang ”dia”dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak, pengarang, narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia”, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertian” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.
1) ”Dia” mahatahu
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ”dia”yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
2) ”Dia” terbatas, ”Dia” sebagai pengamat
Dalam sudut pandang ”dia” terbatas, seperti halnya dalam”dia”mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh ”dia”, namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.


b. Sudut Pandang Persona Pertama: ”Aku”
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view), ”aku”. Jadi: gaya ”aku”, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ”aku” tersebut.
1) ”Aku” tokoh utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).
2) ”Aku” tokoh tambahan
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.
Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.

6. Gaya Bahasa dan Nada
Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya.
Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Nada pada karya sastra merupakan ekspresi jiwa.