Resensi Novel

Judul : Jejak Kupu-Kupu
Pengarang : Agnes Jessica
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Terbit : September 2004
Tebal : 520 halaman

Alisa merasa terpukul ketika roda kehidupan memutarbalikkan nasibnya. Dia terbiasa dengan kemewahan tiba-tiba harus menjadi penghuni panti asuhan ketika orangtuanya meninggal karena kecelakaan. Apalagi Danu, pengelola panti yang sebetulnya tampan itu, bersikap sangat dingin dan keras padanya. Pulang malam tidak boleh, pacaran dimarahi, apalagi bersenang-senang dengan gengnya di kafe. Betul-betul menyebalkan. Belum lagi setumpuk tugas di panti yang harus dilakukan sesuai pembagian

Namun, lambat laut Alissa berubah. Dari gadis manja dia menjadi gadis mandiri. Dari yang hanya memikirkan diri sendiri, dia mulai memerhatikan dan menolong kesulitan teman-temannya dipanti. Dari gadis kaya yang boros menjadi gadis yang hemat dan memanfaatkan uang sedikit yang dimilikinya dengan baik.

Tapi perubahan yang besar adalah perasaannya terhadap Danu. Dari benci dia malah mencintai pria itu mati-matian. Dia tidak peduli walaupun umur yang terbetang di antara mereka cukup jauh. Dan Alissa yakin sebetulnya dia tidak bertepuk sebelah tangan. Tapi, kenapa Danu selalu menyembunyikan perasaannya? Kenapa lelaki itu selalu menarik diri ketika percik-percik kemesraan mulai bermunculan di antara mereka? Dan, yang tidak bisa diterimanya, kenapa lelaki itu malah menikahi Catherine yang tidak dicintainya?

Untuk melupakan lelaki itu, Alissa memilih meneruskan kulaihnya di Singapura. Dan empat tahun kemudian, dia kembali dikejutkan oleh peristiwa yang sama sekali tak diduganya, peristiwa yang membuatnya membenci Danu.

kelebihan novel ini adalah pembaca seolah olah pembaca ikut merasakan kejadian - kejadian yang diceritakan oleh penulis sehingga dapat mengambil hikmah dari cerita tersebut. Bahasa yang digunakan pun mudah mengerti. Novel ini menggunakan alur maju mundur. Novel ini disertai cover yang menarik.
tetapi terdapat kekurangan dari novel ini yaitu kertasnya yang buram serta terlalu tebal.

sumber: http://www.gramedia.com/buku_detail.asp?id=EHYL1540&kat=4

Ragam Bahasa

Ragam bahasa menurut hubungan antar pembicara yaitu ragam lisan dan ragam tulis dibagi atas:
1. ragam lisan, terdiri dari:
1. ragam percakapan
2. ragam pidato
3. ragam kuliah
4. ragam panggung
2. ragam tulis, terdiri dari:
1. ragam teknis
2. ragam undang-undang
3. ragam catatan
4. ragam surat-menyurat

Ragam Baku dan Tidak Baku
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar masyarakat sebagai bahasa resmi. Ragam bahasa baku itu merupakan ragam bahasa yang standar, bersifat formal. Tuntutan untuk menggunakan ragam bahasa seperti ini biasa ditemukan dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat formal, dalam tulisan-tulisan ilmiah (makalah, skripsi, tesis, disertasi), percakapan dengan pihak yang berstatus akademis yang lebih tinggi, dan sebagainya.
Semula, saya berpikir bahwa ragam bahasa baku itu hanya ada satu. Namun, berdasarkan pengamatan (harus saya akui, ini masih berupa sekilas, belum mendalam) sejauh ini, ragam bahasa baku itu tidak melulu dikaitkan dengan kebakuan kosakata, sebagaimana bisa dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan yang ditetapkan dalam Ejaan yang Disempurnakan.
Kalau kita berpegangan pada KBBI dan pedoman EYD, kita tidak akan memandang judul-judul berita pada surat kabar sebagai judul yang sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Atau ketika kita melihat bahasa pada dunia periklanan. Dijamin kita akan langsung mengecap bahasa yang digunakan tidak baku. Tapi itu kalau kita memakai sudut pandang preskriptif.
Sebaliknya, ketika kita melihat secara deskriptif, kita akan menyadari bahwa sejumlah ragam bahasa yang kita lihat berbeda dari apa yang standar, sebenarnya tidak melulu menjadi ragam bahasa tak resmi.(Sutan Takdir Alisjahbana).
Kamus Linguistik (2001: 184) mendefinisikan ragam resmi (baku) itu sebagai ragam bahasa yang dipakai bila kawan bicara adalah orang yang dihormati oleh pembicara, atau bila topik pembicaraan bersifat resmi (mis. surat-menyurat dinas, perundang-undangan, karangan teknis), atau bila pembicaraan dilakukan di depan umum.
Sedangkan ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan tidak diakui oleh sebagian masyarakat dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang.
Ragam baku mempunyai sifat berikut:
1. Mantap
2. Dinamis dan
3. Cendikia

sumber: http://yoir.wordpress.com/keragaman-bahasa-indonesia/